Sabtu, 25 April 2015

HUKUM INTERNASIONAL



HUKUM INTERNASIONAL

1.    Defenisi Hukum Internasional
Hukum Internasional terdiri dari :
  1. Hukum Perdata Internasional, yakni hukum yang mengatur hubungan hukum warganegara sesuatu negara dengan warganegara-warganegara dari dalam hubungan internasional (hubungan antar-bangsa).
  2. Hukum Publik Internasional (Hukum Antar Negara), ialah hukum yang mengatur hubungan antar negara yang satu dengan negara-negara lain dalam hubungan internasional.
Namun lazimnya, jika orang berbicara tentang Hukum Internasional, maka hampir selalu yang dimaksudnya ialah Hukum Publik Internasional.  Demikian dalam makalah ini kita berbicara tentang Hukum Publik Internasional, yang untuk singkatnya Hukum Internasional.
Hukum Internasional sebenarnya merupakan hukum yang telah tua usianya. Semenjak zaman Romawi dulu kala telah ada suatu jenis hukum yang kini disebut “Hukum Internasional”.
Adapun istilah yang tertua ialah istilah “lus gentium”, yang kemudian diterjemahkan menjadi:
  1.  “Volkerrecht” dalam bahasa Jerman
  2.   “droit de gens” dalam bahasa Perancis
  3. “Low of Nation” (Internasional law) dalam bahasa Inggeris.
Pengertian “Volkerrecht” dan “ius gentium” sebenarnya tidak sama. Dalam buku hukum Romawi istilah “ius gentium” dipergunakan untuk menyatakan dua pengertian yang berlainan :
  1. Ius gentium itu hukum yang mengatur hubungan antara dua orang warga kota Roma dengan orang asing, yakni orang yang bukan warga kota Roma.
  2. Ius gentium adalah hukum yang diturunkan dari tatatertib dalam yang mengatur masyarakat segala bangsa, yaitu hukum alam (Naturrecht).
Perlu diketahui, bahwa Hukum Alam itu menjadi dasar perkembangan Hukum Internasional di Eropa dari abad ke-15 sampai dengan Abad ke-19.
Dalam bukunya yang berjudul “An Introduction to International Law”, J.G. Starke memberikan defenisi Hukum Internasional sebagai sekumpulan hukum (body of law) yang sebagian besar terdiri asas-asas dank arena itu biasanya ditaati dalam hubungan negara-negara satu sama lain (sesuai dengan defenisi yang diberikan Prof. Charles Cheney Hyde, dalam bukunya “International Law), dan yang juga meliputi :
  1. Perturan-peraturan hukum mengenai pelaksanaan fungsi lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi internasional, hubungan-hubungan lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi itu masing-masing, serta hubungannya dengan negara-negara dan individu-individu; dan
  2. Peraturan-peraturan hukum tersebut mengenai individu-individu dan kesatuan-kesatuan bukan negara, sepanjang hak-hak atau kewajiban-kewajiban individu dan kesatuan itu merupakan masalah persekutuan internasional.
Seorang sarjana hukum Belanda yang sangat terkenal, Grotius (Hugo de Groot: 1585-1645) menulis secara sistematis tentang kebiasan perang dan damai dalam bukunya “De Jure Belli ac Pacis (The Law of War and Peace = Perihal Hukum Perang dan Damai)”.
Berhubungan dengan karangannya ini, maka Grotius kadang-kadang dianggap sebagai “Bapak dari Hukum Internasional” (Father of the Law of nations). Walaupun ada pula orang yang mengatakan bahwa Grotius sebenarnya banyak mengikuti paham sarjana yang mendahului beliau seperti  Gentilis (1552-1608), Belli (1502-1575), Ayala (1548-1584), dan lain-lain.
Grotius membahas dalam bukunya tersebut kebisaan-kebiasan (customs) yang diikuti negara-negara dari zamannya. Ia juga memperkenalkan beberapa doktrin Hukum Internasional, misalnya doktrin “hukum kodrat” (“law of nature”) yang menjadi sumber dari Hukum Internasional (Law of Nation) di samping kebiasaan dan trakat.
2.    Sumber Hukum Internasioanl
Adapun sumber-sumber Hukum Internasional ialah sumber-sumber yang dipergunakan oleh Mahkamah Internasional dalam memutuskan masalah-masalah hubungan internasional, tercantum dalam piagam Mahkamah Internsional, Pasal 38, yaitu:
  1. Perjanjian internasional (Traktat = Treaty).
  2. Kebiasaan internasional, terbukti dalam praktek umum dan diterima sebagai hukum.
  3. Asas-asas umum hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab.
  4. Keputusan-keputusan hakim dan ajaran-ajaran para ahli hukum internasional dari berbagai negara sebagai alat tambahan untuk menentukan hukum.
Apabila suatu traktat dapat membentuk Hukum Internasional tergantung pada sifat dan hakekat trakta itu sendiri. Oleh karena itu traktat dibedakan menurut hakekatnya antara;
  1. Traktat yang membentuk hukum (law making treaties) yang menetapkan hukum yang mengikat.
  2. Treaty contracts, missalnya traktat antara dua atau lebih negara menangani hal-ihwal khususya negara-negara itu sendiri.
Treaty contracts bukan sumber langsung Hukum Internasioanal. Ia membentuk Hukum Internasional melalui hukum kebiasaan. Antara kebiasaan (costum) dan adat istiadat (usage) terdapat perbedaan: adat-istiadat berhenti.
            Adat-istiadat adalah kebiasaan tingkah laku internasional yang belum diterima sebagai hukum. Hukum kebiasaan dikristalisasi dalam adat-istiadat atau praktek-praktek negara-negara melalui :
  1. Hubungan diplomatik antar negara, misalnya pernyataan-pernyataan negarawan, pendapat-pendapat penasehat hukum Pemerintah, traktat-traktat bilateral, pernyataan pers dan lain-lain.
  2. Praktek-praktek organisasi-organisasi internasional, mengenai status, kekuasaan dan tanggung jawab organisasi-oragnisasi itu;
  3. Undang-undang nasional, keputusan-keputusan pengadilan nasional, dan praktek-praktek militer dan admistratip negara.
3.    Dasar Berlakunya Hukum Internasional
Ada dua asumsi atas dasar berlakunya hukum internasional, yaitu :
  1. Suatu perjanjian yang dibuat haruslah dipatuhi. Asumsi ini kemudian dalam pergaulan internasional, yang kemudian dikenal dengan prinsip Pacta Sunt Servanda artinya, bahwa setiap perjajian harus ditaati.
  2. Hukum internasional memiliki derajat yang lebih tinggi dari pada hukum nasional. Prinsip hukum ini kemuadian dikenal dengan “Prinsip Primat Hukum Intermasional”. Dengan prinsip tersebut maka suatu traktat berderajat lebih tinggi dari pada undang-undang dasar dari negara peserta traktat.
Kedua asumsi berlakunya hokum internasional menjadikan hukum internasional mengikat para Negara di dunia ini.
4.    Subjek Hukum Internasional
Para pelaku (sebagai Subjek) hukum internasional adalah :
  1. Negara yang berdaulat dan merdeka (bukan koloni).
  2. Gabungan negara-negara, yaitu gabungan negara-negara yang bertindak sebagai kesatuan.        
  3. Vatikan, yang dikepalai oleh Paus.
  4. Organisasi-organisasi internasional (misalnya Liga Bangsa-Bangsa, PBB, beserta organisasi-organisai yang bergabung dibawahnya dan sebagainya).
  5. Manusia pribadi.
5.    Materi Hukum Internasional
Pada prinsipnya hokum internasional bermaterikan “hukum internasional dalam keadaan damai” dan hukum internasional perang”.
Materi hukum internasional damai antara lain :
  1. Aturan tentang penentuan batas-batas wilayah suatu negera.
  2. Aturan tentang organisasi-organisasi yang bertindak sebagai wakil negara-negara, misalnya: Kepala Negara, Duta, Konsul, dan sebagainya.
  3. Aturan tentang terjadinya, bekerjanya dan hapusnya traktat.
  4. Aturan tentang akibat-akibat perbuatan yang melanggar hukum internasional, seperti : embargo, blockade, dan sebagainya.
  5. Aturan tentang kepentingan bersama yang bias dilakukan oleh negara-negara seperti kerja sama di bidang ekonomi, pendidikan, budaya, dan sebagainya.
  6. Aturan tentang tata cara memecahkan masalah atau persengketaan, perselisihan dengan jalan damai, misalnya dengan perundingan diplomatik, mediasi (perantaraan pihak ketiga, baik melalui Negara ataupun melalui abitrase dan lain sebagainya).
Sedangkan hukum internasional perang dalam istilah yang lebih popular adalah hukum humanitair, yang mengatur tata cara diplomasi bersenjata atau tata cara berperang secara bermatabat sebagai jalan terakhir apabila diplomasi secara damai sudah tertutup. Dalam hukum humanitair tentang tata cara penggunaan senjata perang yang memiliki ukuran, kaliber serta kemampuan tempur berbeda-beda. Dalam hukum ini diatur tentang mekanisme komponen perang seperti combatant atau pasukan tempur, tawanan perang, sukarelawan yang membantu mengobati perang dan sebagainya.
6.    Implementasi HI dalam Pergaulan Antarbangsa     
Berbeda dengan hukum nasional yang berlaku disetiap negara merdeka dan berdaulat yang dijalankan, diawasi serta diberikan sanksi bagi yang melangarnya oleh sistem penyelenggaraan negara (termasuk di dalamnya penyelenggaraan hokum) secara efektif berdasarkan organisasi penyelenggaraan negara tersebut, hukum internasional tidak memiliki pola pelaksanaan dan pengawasaan secara terpusat.
Tidak ada satu kekuasaan terpusat pun yang dapat memaksa para negara-negara anggota pergaulan internasional untuk menaati peraturan yang terkandung dalam hukum internasional. PBB bukan Negara atasan (superstate) negara-negara anggota, sehingga dalam praksis sering terjadi pengabaian ataas suatu resolusi PBB apabila keputusan organisasi internasional tersebut kurang sesuai dengan negara tertentu. Utrecth (Bachsan Mustofa, 1995 : 114) menyatakan bahwa “pentaatan pada hokum internasional tergantung kepada kuat atau tidaknya status negara dalam power politics among nations (kekuatan politik Negara tersebut diantara negara-negara lainnya). Oleh karenanya bias dipahami apabila pada saat ini, misalnya, Amerika Serikat pasca perang dingin dengan bekas Uni Sofiet menjadi begitu kuasa dan adikuasa, sehingga cenderung berkehendak menjadi “polisi dunia” yang dengan seenaknya bias menggunakan instrument PBB mengadili Negara yang menurut pandangan politik internasional “nakal” atau tidak taat, seperti Libiya dan Irak dengan cara yang keras. Demensi hokum internasional berbaur dengan dimensi kepentingan lainnya, sehingga pelaksanaan pengawasaannya sehingga tergantung padd kekuatan politik dunia. Selain itu arus globalisai dunia menyebabkan pola hubungan internasional menjadi semakin relevan untuk dilaksakan setiap negara yang tidak ingin terkucil atau terasingkan dalam tata pergaulan dunia. Burma yang pemerintahannya totaliter adalah contoh bagaimana sebuah negara dikucilkan oleh dunia internasional akibat cara-cara represif yang digunakan pemerintahannya dalam menangani oposisi yang di pimpim oleh Aung San Su Sky.

 DAFTAR KEPUSTAKAAN 
Ali, Faried, 1996. Hukum Tata Pemerintahan dan Proses Legisltif di Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo.
Bisri, Ilham, 2004, Sistem Hukum Indonesia : Prinsip-prinsip & Implementasi Hukum di Indonesia, Ed 1, Cet 1, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada.
Kan Kansil, C.S.T, 1989, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, cet 8, Jakarta, Balai Pustaka.
Kusnardi, Moh dan Harmaily Ibrahim, 1998, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta, Pusat Study Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar