Jumat, 24 April 2015

USHUL FIQH


BAB SATU
PENDAHULUAN 
Ushul Fiqh merupakan ilmu yang secara garis besar mengkaji cara-cara mengistinbathkan (menggali) hukum. Sebelum seseorang mengkaji materi fiqh, hendaknya ia telah mengkaji ushul fiqh terlebih dahulu, sehingga ia dapat mengetahui alasan-alasan ulama yang menetapkan suatu hukum dari fiqh dan tujuan dari mempelajari ushul fiqh ini tercapai yaitu terhindar dari sifat taqlid atau sifat ikut-ikutan karena buta terhadap dalil Al-Qur’an dan Sunnah.
Di dalam tulisan ini penulis mencoba memberikan penjelasan mengenai ushul fiqh secara sigkat, adapun pembahasannya adalah mengenai: 
  1. Defenisi Ushul Fiqh 
  2. Perbedaan Ushul Fiqh dengan Qawaid fiqh kulliyah serta ilmu fiqih dan siyasah sya’iyyah
  3.  Isi dan sistematika pembahasan ushul fiqh 
  4.  Kedudukan dan kegunaan ushul fiqh dalam kajian islam 
BAB DUA 
PEMBAHASAN
A.  Pengertian dan Sistematika Ushul Fiqh
1.    Membahas pengertian dan defenisi yang diberikan oleh para ulama
Ushul Fiqh berasal dari bahasa Arab Ushul Al-Fiqh yang terdiri dari 2 kata, yaitu al-Ushul al-Fiqh.

a.     Al-Ushul
Al-Ushul adalah jamak dari kata al-ashl, menurut bahasa berarti
ما يبنى عليه غير ه landasan tempat membangun sesuatu. Menurut istilah, seperti dikemukakan wahbah az-Zahuli, kata al-ashl mengandung beberapa pengertian.
1)        Bermakna dalil, seperti dalam contoh
الا صل فى و جو ب الصلو ة الكتا ب و السنة
“Dalil wajib sholat adalah al-qur’an dan sunnah”
2)        Bermakna kaidah umum satu ketentuan yang bersifat umum yang berlaku pada seluruh cakupan. Seperti contoh :
بني الا سلا م علي خمسة خسة اصول
 “Islam di bangun di atas lima kaidah umum”.
3)        Bermakna Al-Rajih (yang lebih kuat dari beberapa kemungkinan). Contoh
الا صل في الكلا م الحقيقة
“Pengertian yang lebih kuat dari suatu perkataan adalah pengertian hakikatnya”.
4)        Bermakna asal’, tempat menganalogikan sesuatu yang merupakan salah satu dari rukun qiyas. Misalnya, khamar merupakan asal’ (tempat mengkiaskan narkotika).
5)        Bermakna sesuatu yang diyakini bilamana terjadi keraguan dalam satu masalah.
Pengertian kata Al-Ashl’u yang dimaksud bila dihubungkan dengan makna al-dalil. Dalam pengertian ini, maka kata ushul al-fiqh berarti dalil-dalil fiqih, seperti al-qur’an, sunnah Rasulullah, Ijma’, qiyas, dan lain-lain.[1]

b.    Al-Fiqh 
Kata kedua yang membentuk istilah ushul al-fiqh adalah kata al-fiqh. Kata al-fiqh menurut bahasa berarti pemahaman.
Fiqh adalah ilmu tentang (himpunan) hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan manusia ditinjau dari apakah perbuatan itu diharuskan (wajib), sunah, atau haram untuk dikerjakan.
Menurut istilah, al-fiqh dalam pandangan az-Zuhaili, terdapat beberapa pendapat tentang definisi fiqh. Abu Hanifah mendefinisikan sebagai berikut :[2]
معر قة النفس ما لهاو ما عليها
“Pengetahuan diri seseorang tentang apa yang menjadi hakikatnya, dan apa yang menjadi kewajibannya atau dengan kata lain, pengetahuan seseorang tentang apa yang  menguntungkan dan apa yang merugikan.”
Menurut ulama’ kalangan Syafi’iyah
العلم با لا حكام الشر عية العملية المكتسب من اد لتها التفصيلية
“Pengetahuan tentang hukum syara’ yang berhubungan dengan amal perbuatan, yang digali dari satu persatu dalilnya.”
Para ahli hukum islam, dalam memberikan definisi Ushul Fiqh, beraneka ragam, ada yang menekankan pada fungsi ushul fiqh itu sendiri, dan adapula yang menekankan pada hakikatnya.Namun pada prinsipnya sama, yaitu ilmu pengetahuan yang objeknya dalil hukum syara’ secara global dengan semua seluk beluknya.
Al-Ghazali menakrifkan ushul fiqh dengan “ Ilmu yang membahas tentang dalil-dalil hukum syara, dan tentang bentuk-bentuk penunjukkan dalil tadi terhadap hukum.”[3]
Al-Syawkani mendefinisikan ushul fiqh dengan “ ilmu untuk mengetahui kaidah-kaidah, yang kaidah tadi bisa di gunakan untuk mengeluarkan hukum syara yang merupakan hukum furu’ (cabang) dari dalil-dalilnya yang terperinci.”[4]
‘Abd al-Wahhab Khalaf memberikan definisi ushul fiqh sebagai berikut “ Ushul Fiqh ialah ilmu tentang kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasannya yang merupakan cara untuk menemukan hukum-hukum syara yang amaliah dari dalil-dalilnya yang terperinci. Atau kumpulan-kumpulan kaidah dan pembahasan yang merupakan cara untuk menemukan (mengambil) hukum syara yang amaliah dari dalil-dalilnya yang terperinci.”[5] 
Menurut Wahbah az-Zuhaili mendefinisikan ushul fiqh “ Kaidah-kaidah yang akan digunakan seorang mujtahid untuk menyimpilkan hukum fiqh dari satu persatu dalilnya.”[6]
Kaidah yang dimaksud dalam definisi tersebut adalah ketentuan-ketentuan yanag bersifat umum yang menjadi pedoman bagi mujtahid untuk memahami hukum-hukum lebih rinci yang tercakup di dalam al-Quran dan Sunnah.
Menurut Al-Baidhawi dari kalangan ulama Syafi’iyah bahwa yang dimaskud dengan ushul fiqh adalah “ Ilmu pengetahuan tentang dalil fiqh secara global, metode penggunaan dalil tersebut, dan keadaan (persyaratan) orang yang menggunakannya.”[7]
Ibnu Al-Subki mendefinisikan ushul fiqh sebagai “ Himpunan dalil fiqh secara global.”[8]
Jumhur ulama ushul fiqh mendifinisikan sebagai “ Himpunan kaidah (norma-norma) yang berfungsi sebagai alat penggalian syara’ dari dalil-dalilnya.”[9] 
Adapun Kamaludin Ibnu Humam dari kalanga ulama Hanafiyah mendefinisikan ushul fiqh sebagai “ Pengetahuan tentang kaidah-kaidah yang dapat mencapai kemampuan dalam penggalian fiqh.”[10] 
Dari beberapa definisi diatas, sepakat bahwa inti dari ushul fiqh adalah metode atau kaidah-kaidah yang dipakai untuk mengistimbathkan hukum dari al-Qur’an dan Sunnah. Metode istinbath tersebut ada yang berhubungan dengan kaidah-kaidah kebahasaan karena al-Quran di turunkan berbahasa arab, ada yang berhubungan dengan tujuan hukum, dan ada pula dalam bentuk penyelesaian dari dalil-dalil yang kelihatan bertentangan yang disebut dengan tarjih.

2.    Perbedaan Ushul Fiqh dengan Qawaid fiqh kulliyah serta ilmu fiqih dan siyasah syar’iyyah 
Perbedaan ushul fiqih dan fiqih Qawaid fiqh kulliyah serta ilmu fiqih dan siyasah sya’iyyah. Yaitu Ushul fiqih adalah pedoman atau aturan - aturan  yang membatasi dan menjelaskan cara-cara yang harus diikuti oleh seorang faqih dalam usahanya menggali dan mengeluarkan hukum syara dan dalilnya, sedangkan fiqih ialah hukum-hukum syara” yang telah digali dan dirumuskan dari dalil-dalil menurut aturan yg sudah ditentukan itu.[11] 
Qowaidul Fiqhyah ialah : dasar-dasar fiqih yang bersifat umum dan bersifat ringkas berbentuk undang-undang yang berisi hukum-hukum syara’ yang umum terhadap berbagai peristiwa hukum yang termasuk dalam ruang lingkup kaidah tersebut.[12]
Ilmu fikih menurut syarak adalah pengetahuan tentang hukum syariah yang sebangsa perbuatan yang diambil dari dalilnya secara detail. Atau kumpulan hukum-hukum syariat yang sebangsa perbuatan yang diambil dari dalil-dalilnya secara detail.[13]
Siyasah Syar’iyyah adalah otoritas pemerintah untuk membuat kebijakan yang dikehendaki kemaslahatan, melalui aturan yang tidak bertentangan dengan agama, meskipun tidak ada dalil tertentu dalam mengaturnya.[14]

3.    Isi dan sistematika pembahasan ushul fiqh
Setiap disiplin ilmu pasti memiliki bahasan tertentu yang membedakannya dengan disiplin ilmu lain, demikian pula ushul fiqh, ia memiliki bahasan tertentu yang dapat kita ringkas menjadi 5 (lima) bagian utama:
  1. Kajian tentang adillah syar’iyyah (sumber-sumber hukum Islam) yang asasi (Al-Qur’an dan Sunnah) maupun turunan (Ijma’, Qiyas, Maslahat Mursalah, dan lain-lain).
  2. Hukum-hukum syar’i dan jenis-jenisnya, siapa saja yang mendapat beban kewajiban beribadah kepada Allah dan apa syarat-syaratnya, apa karakter beban tersebut sehingga ia layak menjadi beban yang membuktikan keadilan dan rahmat Allah.
  3. Kajian bahasa Arab yang membahas bagaimana seorang mujtahid memahami lafaz kata, teks, makna tersurat, atau makna tersirat dari ayat Al-Qur’an atau Hadits Rasulullah saw, bahwa sebuah ayat atau hadits dapat kita pahami maksudnya dengan benar jika kita memahami hubungannya dengan ayat atau hadits lain. ( kaidah –kaidah tentang usaha dan cara mengeluarkan hukum syarai dari dalil atau sumber yang mengandungnya).
  4. Metode yang benar dalam menyikapi dalil-dalil yang tampak seolah-olah saling bertentangan, dan bagaimana solusinya.
  5. Ijtihad, syarat-syarat dan sifat-sifat mujtahid.

4.    Kedudukan dan kegunaan ushul fiqh dalam kajian islam
Peranan ushul fiqh menyiapkan kaidah-kaidah dengan mempergunakan dalil-dalil yang terinci yang diperlukan dalam menetapkan hukum syara’. Ringkasnya bahwa peranan Ushul Fiqh itu adalah kaidah-kaidah yang diperguanakan mengistimbathkan hukum dan dalil-dalil yang terinci dan kuat. Jadi Ushul lebih dulu lahirnya dari Fiqh, sebab Fiqh diciptakan dari Ushul Fiqh, maka peran ushul itu adalah apa-apa yang diciptakan di atasnya ushul adalah lainnya ushul yaitu Fiqh (hukum islam). Maka kedudukan Ushul Fiqh itu adalah sebagai dasar dari Fiqh Islam: artinya Ushul Fiqh itu merupakan sumber-sumber/dalil-dalil dan bagaimana cara menunjukkan dalil-dalil tersebut kepada hukum syara’ secara ijmal/garis besar. Dengan kata lain tanpa pembahasan mengenai Ushul Fiqh, maka Fiqh tidak dapat diciptakkan, karena dasarnya (ushul fiqh) harus dipahami terlebih dahulu.[15]
Jadi peranan dan kedudukan Fiqh dan Ushul, adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan, sebab keduanya buth membutuhkan, dalam sasarannya menerapkan hukum Islam terhadap orang-orang yang mukallaf.
Peranan Ushul al-Fiqh dalam Menalar, setidaknya ada dua peranan yang dimainkan oleh Ushul al-Fiqh, yaitu: Sebagai metode yang menjadi pegangan bagi seorang faqih yang hendak berijtihad. Sebagai kaidah (qanun) yang menjaga seorang faqih dari kesalahan dalammelakukan ijtihad (istinbat hukum). Dalam hal menalar hukum ini, Ushul al-Fiqh bisa diibaratkan sebagai sebuah peta jalan atau rute yang menuntun seorang pengembara mencapai tujuannya. Boleh jadi, antara satu mujtahid dan mujtahid lain memiliki konten Ushul al-Fiqh yang berbeda-beda, namun memiliki tujuan yang sama, yaitu melaksanakan perintahAllah dan menjauhi larangan-Nya dalam kerangka maslahah manusia sebagaimakhluk individu maupun sosial.
a.    Ushul al-Fiqh sebagai Metode Ijtihad
Sebagai metode berijtihad, Ushul al-Fiqh berperanan sebagai jalan yang menuntunseorang mujtahid dalam melakukan istinbat. Atau sebagai penjelasan jalan yangtelah ditempuh oleh seorang mujtahid, sehingga orang-orang yang datangsesudahnya bisa memahami alasan mujtahid tersebut menempuh jalan tersebut.
b.    Ushul al-Fiqh sebagai Kaidah
Sebagai kaidah, Ushul al-Fiqh memiliki peranan sebagai pengingat mujtahid darikesalahan yang mungkin akan dilakukannya. Atau korektor atas kesalahan yang telah dilakukannya. Tentu saja fungsi atau peranan Ushul al-Fiqh ini amat membantu mujtahid dalammelaksanakan tugasnya. Bagaimana pun cerdasnya seorang mujtahid, ia adalahseorang manusia biasa yang bisa melakukan kesalahan kapan saja. Nah, di sinilah peranan Ushul al-Fiqh amat dirasakan oleh mujtahid itu, yaitu menghindari atau setidaknya meminimalisir kesalahan-kesalahan tersebut.

BAB TIGA
PENUTUP

Kesimpulan
Ushul fiqh adalah metode atau kaidah-kaidah yang dipakai untuk mengistimbathkan hukum dari al-Qur’an dan Sunnah. Metode istinbath tersebut ada yang berhubungan dengan kaidah-kaidah kebahasaan karena al-Quran di turunkan berbahasa arab, ada yang berhubungan dengan tujuan hukum, dan ada pula dalam bentuk penyelesaian dari dalil-dalil yang kelihatan bertentangan yang disebut dengan tarjih.
Sistematika pembahasan ushul fiqh
  1. Kajian tentang adillah syar’iyyah 
  2. Hukum-hukum syar’i dan jenis-jenisnya 
  3. Kajian bahasa Arab 
  4. Metode yang benar dalam menyikapi dalil 
  5. Ijtihad
Kedudukan Ushul Fiqh itu adalah sebagai dasar dari Fiqh Islam: artinya Ushul Fiqh itu merupakan sumber-sumber/dalil-dalil dan bagaimana cara menunjukkan dalil-dalil tersebut kepada hukum syara’ secara ijmal/garis besar.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Amir Syarifudin, Ushul fiqih jilid 1 (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1997)
Asis Saefuddin, Ilmu Fiqh Ushul Fiqh, (Pustaka Karya)
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushulul Fiqh, Terj. Masdar Helmy, (Bandung: Gema Risalah Press, 2003)
H. A. Djazuli, Ilmu Fiqih, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010)
Satria Effendi & M.Zaeni, Ushul fiqih (Jakarta: Prenada Media, 2005)
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, Pustaka Firdaus, Jakarta: 1998).
Mujar Ibn Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah: Doktrin dan Pemikiran Politik Islam, (Jakarta: Erlangga, 2008)
Nazar Bakhry, Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta: Rajawali Pers, 1993)
Rachman Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2010)
Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fiqih, (Jakarta: Amzah, 2005)


[1]Satria Effendi & M.Zaeni, Ushul fiqih (Jakarta: Prenada Media, 2005) hlm.2
[2]Ibid,hal.3
[3]H. A. Djazuli, Ilmu Fiqih, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm.7
[4]Ibid.
[5]Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushulul Fiqh, Terj. Masdar Helmy, (Bandung: Gema Risalah Press, 2003.), hlm. 2
[6]Ibidd., hlm 10
[7]Rachman Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2010) hlm.20
[8]Ibid. hlm. 21
[9]Ibid.
[10]Ibid.
[11]Amir Syarifudin, Ushul fiqih jilid 1 (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1997),hlm.35-36.
[12]Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqih. Amzah : Jakarta, hal. 13
[13]Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushulul Fiqh, hlm. 1
[14]Mujar Ibn Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah: Doktrin dan Pemikiran Politik Islam, (Jakarta: Erlangga, 2008), hlm. 20.
[15]Nazar Bakhry, Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta: Rajawali Pers, 1993), hlm. 85.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar