Jihad
merupakan bagian
integral wacana Islam sejak masa awal Islam hingga masa kontemporer. Banyak ulama
dan pemikir muslim terlibat dalam pembicaraan tentang Jihad, Baik dalam kaitannya dengan
dokttin fiqih, teologi, sejarah maupun
konsep politik Islam, Jihad merupakan identitas pokok mukmin
dalam praksisi sosial teologi, dimana diantara iman dan Jihad
tidak terpisahkan.
Di
dalam tulisan ini penulis mencoba memberikan penjelasan mengenai Jihad dalam Al-Quran, adapun pembahasannya adalah
mengenai:
- Ayat-ayat tentang Jihad
- Arti Mufradat
- Asbabun Nuzul
- Makna Jihad Dalam Al-Quran
- Pandangan Al-Qur’an tentang Jihad
- Jihad Bukan Kekerasan dan Terorsime
BAB
DUA
PEMBAHASAN
A. Ayat-ayat Tentang Jihad
Sebelum mengkaji ayat-ayat tentang Jihad,
terlebih dahulu penulis akan mengeksplor kata
“Jihad” dan berbagai bentuk perubahan katanya (tashrif) di
dalam Al-Quran. Kata Jihad dan
berbagai bentuknya terulang sebanyak empat
puluh satu kali di
dalam Al-Quran. Kala Jihad yang
mengandung pengertian “berjuang di jalan Allah”. Ditemukan pada 33 ayat:
13 kali di dalam bentukji fi’il madhi (فعل ماض/kata kerja bentuk lampau), lima kali
di dalam
bentuk fi’il mudhdri’ (فعل مضارع/kata kerja bentuk sekarang dan yang akan
datang), tujuh kali di dalam bentuk fi’il amr (فعل أمر/kata kerja
perintah), empat
kali di dalam bentuk mashdar, dan
empat kali
di dalam bentuk isim fa’il (إسم فاعل/kata benda yang menunjukkan pelaku).[1] Dalam makalah ini penulis hanya akan membahas
beberapa ayat yang berkaitan dengan Jihad,
diantara adalah:
1.
Al-Baqarah:
218.
¨bÎ) úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä z`É©9$#ur (#rãy_$yd (#rßyg»y_ur Îû È@Î6y «!$# y7Í´¯»s9'ré& tbqã_öt |MyJômu «!$# 4 ª!$#ur Öqàÿxî ÒOÏm§ .
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan
rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
2.
Al-Anfal:
74
úïÏ%©!$#ur (#qãZtB#uä (#rãy_$ydur (#rßyg»y_ur Îû È@Î6y «!$# tûïÉ©9$#ur (#rur#uä (#ÿrç|ÇtR¨r Í´¯»s9'ré& ãNèd tbqãZÏB÷sßJø9$# $y)ym 4 Nçl°; ×otÏÿøó¨B ×-øÍur ×LqÌx. .
Artinya:
“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang
memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang Muhajirin),
mereka Itulah orang-orang yang benar-benar beriman. mereka memperoleh ampunan
dan rezki (nikmat) yang mulia”.
3.
At-Taubah:
20
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#rãy_$ydur (#rßyg»y_ur Îû È@Î6y «!$# ôMÏlÎ;ºuqøBr'Î/ öNÍkŦàÿRr&ur ãNsàôãr& ºpy_uy yYÏã «!$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ç/èf tbrâͬ!$xÿø9$# .
Artinya:
“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri
mereka, adalah lebih agung derajatnya di sisi Allah; dan Itulah orang-orang
yang mendapat kemenangan”.
4.
Ash
Shaff: 11
tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ¾Ï&Î!qßuur tbrßÎg»pgéBur Îû È@Î6y «!$# óOä3Ï9ºuqøBr'Î/ öNä3Å¡àÿRr&ur 4 ö/ä3Ï9ºs ×öyz ö/ä3©9 bÎ) ÷LäêZä. tbqçHs>÷ès? .
Artinya:
“ (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu.
Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui”.
5.
Ali-‘Imran:
142
ôQr&
÷Läêö7Å¡ym
br& (#qè=äzôs?
sp¨Yyfø9$#
$£Js9ur
ÉOn=÷èt ª!$#
tûïÏ%©!$# (#rßyg»y_ öNä3ZÏB zNn=÷ètur tûïÎÉ9»¢Á9$#
Artinya:
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi
Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar”.
B. Arti Mufradat
Dari lima ayat diatas
terdapat beberapa kalimat yang perlu dijelaskan makan mufradnya, diantaranya
adalah:
1. yarjuna/يرجون
Yarjuna
pada ayat al-Baqarah: 128 diatas atinya ialah harapan, dimana harapan itu
mengisyaratkan, bahwa walau mereka telah beriman dan mencurahkan segala yang
mereka memiliki, namum mereka tetap diliputi kecemasan yang disertai memperoleh
rahmad-Nya. Walaupun telah berhijrah dan berjuang, ia belum yakin
amalan-amalannya diterima oleh Allah, sehingga ia masih hidup dalam harap-harap
cemas. Ayat ini juga mengisyaratkan bahwa curahan rahmad Allah, merupakan
wewenang Allah sendiri. Dia menganugrahkan rahmad-Nya bukan sebagai imbalan
amal-amal baik manusia, karena jika demikian pastilah orang kafir tidak
memperoleh rahmat. Sebaliknya, pasti juga orang beriman dan bertakwa meraih
surga, padahal Rasulullah saw. sendiri pun menegaskan bahwa beliau tidak masuk
surga karena amalnya, tetapi semata-mata karena rahmad Allah atas beliau.[2]
Artinya:
“Tidak seorang pun diantara kamu yang masuk kesurga dengan amalnya”. Sabda
Rasullullah saw. “Akupun tidak, kecuali bila Allah melimpahkan rahmad-Nya
kepadaku”. (HR. Bukhari dan Muslim)
‘Abdullah ibn Jahsy dan
anggota pasukannya termasuk dalam kategori yang disebut dalam ayat ini, Karena
mereka beriman, berhijrah dan berjuang di jalan Allah.[3]
2. كريم / karim
Karim
pada ayat al-Anfal: 74 diatas atinya ialah mulia, digunakan untuk menyifati sesuatu
yang sempurna dan terpuji sesuai dengan objeknya. Jika anda menyifati ucapan
denga kata karim, maka itu berarti
segala yang sempurna dan terpuji menyangkut ucapan terlah terpenuhi baginya,
yakni indah susunan katanya, sesuai dengan tata bahasanya, benar kandungannya,
lagi sejalan dengan kondisi mitra bicara, serta tidak ada maksud yang ingin
disampaikan oleh pengucapan kecuali telah tertampung oleh redaksi. Dengan
demikian kata rizqun karim pada ayat
ini, maknanya tidak terbatas hanya pada rezeki di surga sebgaimana yang diduga
oleh sementara mufasir – seperti
al-Baidhawi – tetapi rezeki yang dimaksud beraneka ragam lagi sangat memuaskan.
Ini sejalan pula dengan bentuk nakirah/indifinit
serta tanwin yang digunakan oleh kata (رزف) rizqun.[4]
3. أعظم / ‘azamu
Kata‘azamu pada ayat At-Taubah: 20 diatas
atinya ialah lebih agung, mennjukkan bahwa selain mereka boleh jadi memiliki
keagungan walaupun tidak sampai pada peringkat yang tinggi. Redaksi ini
mengisyaratkan bahwa peselisisihan pendapat menyangkut siapa yang lebih utama,
terjadi antar kaum muslimin dan musyrikin yang ditawan pada perang badar
sebagimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan lain-lain. Kalau riwayat lain
itu diterima maka kata lebih agung digunakan oleh ayat ini sekedar untuk
mempersingkat diskusi antara kaum muslimin dan musyrikin tanpa menyatakan bahwa
mereka berada dalam kesesatan dan tanpa menyinggung bahwa amal mereka tidak
diterima sama sekali.[5]
4. هم / hum
Kata hum / mereka setelah kata (أولئك) ula’ika / itulah
menjadikan ayat ini mengkhususkan surga bagi yang memenuhi ketiga sifat yang
disebut dalam QS. At-Taubah: 20. Tentu saja pengkhususkan tersebut tidak
berarti bahwa yang tidak memenuhinya tidak akan mendapatkan surga. Bukankah
tidak semua muslimin dapat melaksakan ketiganya? Karena itu, pengkhususan
tersebut untuk mengisyaratkan bahwa keberuntungan yang diperoleh selain mereka tidak
berarti jika dibandigkan dengan keberuntungan yang diperoleh mereka yang
menyandang ketiga sifat tersebut yakni beriman, berhijrah, berjihad dengan jiwa
serta dengan harta.[6]
5. تومنوا / tu’minu
Kata (تومنوا) tu’minu demikian
juga kata (تجاهدون) tujahidun berbentuk mudhari’/ present tense tetapi maksudnya
adalah perintah. Makna ini dikuatkan oleh kata (يغفر) yaghfir yang dapat
dinilai sebagai dampak dari perintah yang disampaikan dalam bentuk kata kerja mudhari’ itu.[7]
6. إن كنتم تعلمون / in kuntum ta’limun
Kalimat
إن كنتم تعلمون /
in kuntum ta’limun / jika
kamu mengetahui ada juga yang memahaminya sebagai kalimat yang tidak
memerlukan objek. Maknanya adalah jika kamu termasuk kelompok yang
berpengetahuan. Makna ini mengandung kecaman yang lebih keras, karena seseorang
yang tidak berpengetahuan, tidak dianggap benar amalannya, tidak akan
memperolah ganjaran bahkan tidak memimiliki kebaikan.[8]
C. Asbabun Nuzul
Dari
beberapa ayat ayat yang mejadi pokok pembahasan dalam makalah ini (QS.
Al-Baqarah: 218, QS. Al-Anfal: 74, QS. At-Taubah: 20, QS. Ash Shaff: 11 dan QS.
2. Ali-‘Imran: 142),
setelah ditelusuri dalam beberapa literatur tafsir, hanya sebahagian ayat yang
memiliki asbabun nuzul nya. Dimana diantaranya adalah:
QS.
Al-Baqarah: 218, menurut suatu riwayat, Rasulullah saw. mengirimkan pasukan
dibawah pimpinan ‘Abdullah bin Jahsy, mereka dan bertempur dengan pasukan musuh
yang dipimpim oleh Ibnul Hadlarami dan terbunuhlah kepala pasukan musuh.
Sebenarnya pada waktu itu tidak jelas bagi pasukan ‘Abdullah bin Jahsy, apakah
termasuk bulan rajab, jumadil awal, atau jumadil akhir. Kaum musyrikin
menghembus-hembuskan berita bahwa kaum muslimin berperang pada bulan haram.
Maka Allah menurunkan ayat tersebut diatas.[9]
Kaum muslimin yang ada
dimadinah berkata “perbuatan mereka berperang
dengan pasukan Ibnul Hadlarami ini mungkin tidak berdosa tetapi juga
tidak mendapatkan pahala. Maka Allah menurunkan ayat selanjutnya.[10]
QS. Ash Shaff: 11,
dalam riwayat dikemukakan, ketika turun ayat, Ya ayyuhalladzina amanu hal adullukum ‘ala tijaratin tunjikum min
‘adzabin alim (hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan
sesuatu perniagaan yang dapat medapat menyelamatkan kamu dari azab yang amat
pedih), kaum muslimin berkata: “sekiranya kami tahu apa yang dimaksud dengan tijarah (perniagaan) itu, pasti kami
akan ikut serta memberikan harta benda dan ahli family.” Maka Allah menurunkan
ayat selanjutnya yang menjelaskan ayat tijarah itu ialah beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya serta bejihad dijalannya (Diriwayatkan oleh Ibnu Ali Hatim yang
bersumber dari Sa’id bin Jabair). [11]
D. Makna Jihad Dalam Al-Quran
1.
Pengertian
Jihad
Jihad dalam tata
bahasa (Arab) berasal dari pada tiga huruf yaitu: al-jim, al-haa,
ad-daal. Adapun huruf alif pada kalimat (Jihad) itu adalah tambahan. Menurut etimologi bahasa arab “Jihad”
itu adalah “isim mashdar kedua” yang berasal dari jaahada, yujaahidu,
mujahadatan dan jihaadan. Jadi Jihad itu berarti bekerja
sepenuh hati.
Dalam hadits disebutkan:
لاهجرة بعد الفتح ولكن جهادونيه
“
tidak ada hijrah setelah futuh (penaklukan Mekah) akan tetapi yang ada
adalah Jihad dan niat”[12]
Ibn Mandhur mengatakan: (جحاد
- مجاهدة - جاهدالعدو)
adalah memeranginya dan berjihad di jalan Allah.[13]
Dari segi bahasa, secara garis besarnya, Jihad dapat
pula diartikan sebagai: penyuruan (ad-dakwah), menyuruh kepada yang
ma’ruf dan mencegah kemungkaran (Amar Ma’ruf Nahi Munkar), penyerangan (Ghazwah),
pembunuhan (Qital), peperangan (Harb), penaklukan (Syiar),menahan
hawa nafsu (Jihad An-Nafs), dan lain yang semakna dengannya ataupun mendekati.[14]
Kata Jihad memiliki dua definisi atau dua
pengertian: secara etimologi dan terminologi, secara etimologi, Jihad artinya
berjuang atau perjuangan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.[15]
Atau dengan kata lain, Jihad adalah pengerahan maupun perbuatan, dalam
peperangan. Kata Jahd atau Juhd artinya kekuatan, kekuasaan, atau
kesanggupan. Ia juga bisa berarti Masyaqah (kesukaran atau kesulitan).
Kata Jahd sama dengan kata Thaqah dan Wus (kekuatan dan
kesanggupan). Kata Jahada – Yajhadu – Jahdan, dan kata Ijtahada,
maknanya sama dengan kata Jada (bersungguh-sungguh).[16]
Dan jika kata Jihad dikaitkan denga
kata Fii Sabilillah, maka masuklah definisi terminologi. Menurut
definisi terminology, Jihad adalah memerangi kaum kafirin yang memerangi
islam dan umat islam dalam rangka menengakkan kalimat Allah.[17]
Ahmad Warson Munawwir dalam kamus Arab Indonesia
Al-Munawwir mengartikan lafal Jihad sebagai kegiatan mencurahakan segala
kemampuan. Jika dirangkai dengan lafal Fii Sabilillah, berarti berjuang,
berjihad, berperang di jalan Allah. Jadi kata Jihad artinya perjuangan.[18]
M. Quraish Shihab membahas Jihad sebagai
salah satu dari berbagai persoalan umat. Kesimpulanya, Jihad itu
beraneka ragam. Memberantas kebodohan, kemiskinan, dan penyakit adalah Jihad
yang tidak kurang pentingnya dari pada mengangkat senjata.Ilmuan berjihad
dengan memanfaatkan ilmunya, karyawan bekerja dengan baik, guru dengan
pendidikan yang sempurna, pemimpen dengan keadilannya, penguasa sengan
kejujuranya, dan seterusnya.[19]
Penyebaran tanda-tanda kebesaran Allah bersifat
semesta. Seorang Nabi tidak peduli terhadap kritik orang kafir, ia meneruskan Jihadnya
yang terbesar bersenjataan wahyu Allah. Menurut Hamka ayat tersebut
merupakan himbauan kepada Nabi agar tidak tunduk pada orang-orang kafir dan
dorongan kepada Nabi untuk meneruskan Jihad dengan bersenjataan
Al-Qur,an.[20]
Di samping itu, ada pula ulama’ berpendapat, “jika
kata Jihad diiringi kalimat Fii Sabilillah sesudahnya, kata itu
tidak mengandung pengertian lain kecuali berperang menggunakan senjata. Akan
tetapi, jika tidak diiringi kalimat Fii Sabilillah setelahnya dapat
dirtikan selain dari berperang, baik sebagai dakwah maupun menahan hawa nafsu.[21]
2.
Macam-macam
Jihad
Jihad bisa
dibagi menjadi beberapa berdasarkan muatan yang berbeda:
a. Berdasarkan
alat yang dipakai terbagi menjadi tiga bagian:
- Jihad dengan jiwa, yakni dengan memasuki kancah peperangan antara ahlul haq versus ahlul batil dalam rangka memenuhi panggilan Allah.
- Jihad dengan harta, yakni mengorbankan hartanya di jalan Allah dengan memberikan komsumsi untuk mujahidin beserta keluarga yang dibawah tanggung jawabnya.
- Jihad dengan lisan, yakni dengan memberikan suara yang bisa mendatangakan maslahah bagi mujahidin atau menghindari bahaya yang akan menimpa mereka, apapun bentuknya.[22]
b. Berdasarkan
sasaran
Pembagian
target sasaran Jihad dibagi menjadi lima:
- Jihad melawan hawa nafsu, yakni seseorang mendidik jiwanya untuk taat beragama kepada Allah, meninggalkan syahwat dan fitnah syubhat, serta melaksanakan kewajiban meskipun berat dan tidak disukai jiwa.
- Jihad melawan syetan, yakni meninggalkan fitnah syahwat dan subhat yang dihembuskan setan kepada seorang hamba.
- Jihad melawan orang kafir, yakni dengan memerangi mereka dan mengorbankan segala yang dibutuhkan dalam peperangan, baik berupa harta, pengalaman, dan lain sebagainya.
- Jihad melawan orang-orang munafik, yakni hal ini dilakukan dengan lisan, menegakkan hujjah atas mereka, melarang dan mencegah mereka dari kekafiran yang tersembunyi, membongkar permainan dan maker-makar meraka, serta mewaspadai segala tanduk-tanduk, rencana mereka, dan upaya-upaya mereka yang lain.
- Jihad melawan orang-orang fasik, yakni dilakukan dengan tangan, jika tidak mampu, maka dengan lisan. Dan jika tidak mampu maka dengan hati.[23]
c. Berdasarkan
hukumnya, bagian ini memiliki dua keadaan berbeda.
Pertama, hukum-hukum Jihad
turun secara bertahap dalam beberapa fase. Kedua, Jihad memiliki
ketetapan hukum dan syariat Jihad dari segi hukum telah final, hal ini
terjadi karena sebelum memiliki hukum yang final, hukum Jihad telah
melewati empat fase:
Fase pertama, fase
ini meliputi seluruh fase Makkah, pada fase itu, orang-orang beriman dilarang
memerangi orang-orang kafir, tetapi diperbolehkan berjihad dengan Al-Qur’an dan
dakwah yang lurus.
Fase
kedua, turunnya fase ini berarti menghapus fase sebelumnya yang memerintahkan
mereka menahan tangan mereka, tanpa mewajibkan atau mefardhukan Jihad.
Fase ketiga, dalam fase
ini, kaum muslimin diperintahkan hanya memerangi siapa saja yang memerangi
mereka dengan meninggalkan orang-orang yang tidak memerangi.
Fase keempat, inilah
fase diwajibkannya memerangi orang-orang kafir, dimulai dari oang-orang kafir
yang lebih dekat dengan kaum muslimin, tindakan ini telah dilakukan Nabi
terhadap orang-orang kafir arab.
E. Pandangan Al-Qur’an tentang Jihad
a.
Tujuan Jihad
1.
Untuk memperluas
penyebaran Agama
Dakwah dan Jihad tidak dapat dipisahkan, salah satu
tujuan Jihad, terutama Jihad perang adalah untuk kepentingan
dakwah itu sendiri, hanya saja persoalannya, mana yang harus didahulukan antara
keduanya.
Tujuan Jihad adalah untuk menegakkan agama
Allah SWT, yang tidak mungkin bisa dilakukan tanpa perjuangan, dan perjuangan
tidak mungkin tanpa hambatan, gangguan, rintangan dan ancaman. Oleh karena itu,
menghubungkan dakwah sebagai sebagai Jihad
dijalan Allah swt merupakan hal yang wajar. Karena, baik dakwah maupun Jihad sama-sama berjuang dijalan Allah
Swt. Orang yang melakukannya dianggap sebagai orang mujahid, dan mati dalam
kegiatan dakwah adalah mati syahid.
2. Untuk
menguji kesabaran
Melakukan Jihad hendaklah diikuti dengan sikap
sabar, dan sabar itu sendiri sudah merupakan Jihad. Sulit memperoleh kemenangan jika Jihad diiringi dengan sikap sabar. Melakukan Jihad, baik Jihad dalam
pengertian dakwah, perang, dalam pengertian lain dan apapun bentuknya memang
tidak mudah untuk melakukannya.
Maka dalam
konteks ini, Jihad tidak semata-mata
dipahami dengan perang menghadapi musuh yang nyata. Sabar menghadapi
malapetaka, kesengsaraan, dan aneka cobaan juga termasuk berjihad. Dalam ayat
lain dinyatakan untuk dapat masuk surga haruslah diuji terlebih dahulu dengan
ajaran Jihad dan berbagai cobaan
lain.
3. Untuk
mencegah ancaman musuh
Jihad
itu sendiri menurut Asfahani dapat di kategorikan menjadi 3 yaitu:
a) Jihad
terhadap musuh yang jelas
b) Jihad
terhadap setan
c) Jihad
terhadap hawa nafsu
4. Untuk
mencegah kezaliman
5. Untuk
menjaga perjanjian
b. Fungsi
Jihad
1. Aspek
Ibadah
Sebagai ibadah, Jihad yang dilakukan tidak semata-mata
untuk mempertahankan diri dan mengejar kepentingan politis yang bersifat
duniawi, seorang hamba tetapi lebih jauh untuk mendekatkan diri kepada Allah
Swt. Melalui Jihad, diharapkan dapat
membuktikan ketaatannya seorang hamba beribadah kepada Allah Swt, dengan
harapan menjadi syuhada, mendapat pahala, dan masuk surga.
Dalam al-Qur’an
banyak ditemukan tentang Jihad yang
menunjukkan fungsi Jihad sebagai
usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah swt untuk mendapatkan rahmat, ampunan
dan balasan dari-Nya.
2. Aspek
Dakwah
Fungsi
terpenting dari aspek dakwah ini adalah menegakkan “kalimat Tauhid” dan
pengamalan syariat Islam. Oleh karena itu, setiap orang berkewajiban
menyampaikannya kepada orang lain yang belum mengtahuinya. Orang yang menerima
islam sebagai agamanya atau beriman, berarti telah memperoleh petunjuk dari
Allah Swt. Rasullah Saw dan para dai tidak punya otoritas untuk memberi
petunjuk kepada manusia agar masuk Islamdan taat kepada agamanya.
3. Aspek
Politik dan Militer
Dilihat dari
aspek politik dan militer, Jihad
mempunyai fungsi yang amat penting. Dan adanya syariat Jihad yang berkaitan dengan perang serta perintah agar
mempersiapkan kekuatan militer, umat islam dapat menggertikan agresi musuh yang
akan dilancarkan kepada mereka, dan selanjutnya umat Islam terhindar dari
ancaman dan penganiayaan. Sekalipun perang ini pada hakekatnya tidak
dikehendaki dan harus dihindari, disisi lain menjadi kekuatan umat Islam.
F.
Jihad Bukan Kekerasan dan Terorsime
Salah
satu konsep ajaran Islam yang dianggap menumbuh suburkan kekerasaan yaitu Jihad. Konsep ini sering disalahpahami
tidak hanya oleh kalangan non-Muslim tetapi juga kalangan umat Islam yang tidak
memahaminya secara baik, benar dan utuh.
Seperti
yang telah dibahas diatas Jihad
tentunya bertolak belakang dengan terorisme yang secara bahasa berarti
“menimbulkan kengerian kepada orang lain yang biasanya untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu”. Jihad dengan
pengertian perang bertujuan untuk melindungi kepentingan dakwah Islam, termasuk
memberikan jaminan kebebasan beragama dan beribadah bagi seluruh umat manusia,
sebab Islam sangat menjunjung tinggi kebebasan beragama. Tidak boleh ada
paksaan dalam memeluk agama (al-Baqarah: 256 dan al-Kahf: 29). Karena itu
ketika berhasil menaklukan Yarussalem, khalifah kedua, Umar memberikan jaminan
keamanan terhadap jiwa, harta, dan rumah ibadah penduduk kota yang beragama
Kristen. Beliau mengatakan, “Gereja-gereja
mereka tidak boleh dirusak dan dinodai, begitu juga salib dan harta kekeyaan
mereka. Tidak boleh seorang pun dari mereka dipaksa untuk meninggalkan agama
mereka, dan tidak boleh disakiti……”[24]
Kendati
dalam kondisi tertentu menggunakan kekerasan melalui Jihad diperbolehkan tetapi Islam memberikan aturan yang ketat dan
sejalan dengan prinsip-prinsip
kemanusian, misalnya dalam sebuah perperangan Islam dalam melarang untuk
membunuh agamawan yang mengkhusukan diri dengan beribadah, perempuan, anak
kecil, orang lanjut usia dan penduduk sipil lainnya yang tidak ikut perang.
Demikian pula Islam melarang pengrusakan lingkungan seperti menebang pohon,
membakar rumah, merusak tanaman, dan menyiksa binatang.[25]
Ada
enam syarat dan etika perang dalam Islam yang membedakannya dengan terorisme,
yaitu:
Cara dan tujuan
jelas dan mulia
- Perang/ pertempuran hanya diperbolehkan dengan pasukan yang memerangi, bukan penduduk sipil.
- Perang harus dihentikan bila pihak lawan telah menyerah dan memilih damai.
- Melindungi tawanan perang dan memperlakukannya secara manusiawi.
- Memelihara lingkungan, antara lain tidak membunuh binatang tanpa alasan, membakar pohon, merusak tanaman, mencemari air dan sumur, merusak rumah dan bangunan.
- Menjaga hak dan kebebasan beragama para agamawan dan pendeta dengan tidak melukai mereka.[26]
Dari sini sangat jelas
perbedaan antara Jihad dengan
pengertian perang dan terorisme.
BAB
TIGA
PENUTUP
Kesimpulan
Jihad
adalah berjuang dan berusaha keras bagi pembaharuan seantero dunia sebagai tempat yang damai bagi semua manusia.
Jihad sesungguhnya bagi seorang
Muslim adalah berjuang untuk memperbaiki diri sendiri, lingkungan hidup yang
rusak, melawan hawa nafsu diri maupun melawan godaan setan yang nyata dan
mengatakan kebenaran walaupun banyak orang yang menentangnya dengan keras
contohnya menyatakan kebenaran.
kepada orang yang
berbuat maksiat kepada Allah.
Jihad bisa dibagi menjadi beberapa
berdasarkan muatan yang berbeda:
- Berdasarkan alat yang dipakai terbagi menjadi tiga bagian: Jihad dengan jiwa, Jihad dengan harta dan Jihad dengan lisan.
- Berdasarkan sasaran, Jihad dibagi menjadi lima: Jihad melawan hawa nafsu, Jihad melawan syetan, Jihad melawan orang kafir, Jihad melawan orang-orang munafik, dan Jihad melawan orang-orang fasik
- Berdasarkan
hukumnyaTujuan Jihad: Untuk memperluas penyebaran
Agama, Untuk menguji kesabaran, Untuk mencegah ancaman musuh, Untuk mencegah
kezaliman dan Untuk menjaga perjanjian. Fungsi
Jihad: Aspek Ibadah, Aspek Dakwah
dan Aspek Politik dan Militer
Jihad tentunya bertolak belakang dengan terorisme yang secara bahasa berarti “menimbulkan kengerian kepada orang lain yang biasanya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu”. Jihad dengan pengertian perang bertujuan untuk melindungi kepentingan dakwah Islam, termasuk memberikan jaminan kebebasan beragama dan beribadah bagi seluruh umat manusia, sebab Islam sangat menjunjung tinggi kebebasan beragama.
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Abdul Baqi Ramadhun, Jihad
jalan kami, terj. Imam Fajaruddin, (Solo, Era Intrmedia, 2002)
Asep Burhanudin, Jihad Tanpa Kekerasan, (Yogjakarta: PT
LkiS Pelangi Aksara, 2005)
Ali Jumuah, Al-Jihad fil Islam, (Kairo: Kementerian
Wakaf Mesir, 2003)
Ali ibn
Nafi’ Al-Ulyani, Ahammiyah Al Jihad, (Riyadh: Dar al Thayyiba, 1985)
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan
Keserasian Al-Quran, (Jakarta: Lentera Hati, 2002)
-------------------------,
Eksiklopedi Al-Quran: Kajian Kosa Kata, (Jakarta:
Lentera Hati, 2007)
Muhammad Fuad ‘ Abd.
Al- Baqiy, al- Mu’jam al- Mufahras li al- Faz al Qur’an al- Karim, (Bairut
Dar al- Fikr 1992)
K.A.Q. Shaleh, H.A.A.
Dahlan, dkk, Asbabun Nuzul: Latar
Belakang History Turunya Ayat-ayat Al-Quran, (Bandung: CV Penerbit
Diponegoro, 2000)
Kementerian Agama RI, Tafsir Al-Quran Tematik: Hubungan Antar-Umat
Beragama, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran, 2008)
Himy Bakar
al-Mascaty, Panduan Jihad untuk Aktivitas Gerakan Islam (Jakarta: Gema
Insani Press, 2001)
Muhammad Chirzin, Jihad dalam Al-Qur’an telaah Normative,
Histories, Prospektif, (Yogyakarta: Mitra Pustaka,1997)
Muhammad Chirzin, kontroversi Jihad di Indonesia Modernis Vs
Fundamentalis, (Yogyakarta: Nuansa Aksara, 2006)
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhailalil Quran: Dibawah Naungan
Al-Quran, Jilid. 1, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000)
Walid ‘Abdullah Majid
Kasab, Baianal Irhab wal Muqawamah
al-Masyru’ah, (Kairo: Liga Dunia Universitas Islam, 2003)
[1]M. Quraish Shihab, Eksiklopedi Al-Quran: Kajian Kosa Kata, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), hlm. 396.
[2]M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, Vol. 1, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 465-466.
[3]Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhailalil Quran: Dibawah Naungan Al-Quran, Jilid. 1, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hlm. 267.
[4]M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, Vol. 5, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 514-515.
[5][5]M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, Vol. 6, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 555-556.
[6]Ibid.
[7]M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, Vol. 14, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 207.
[8]Ibid.
[9]Al-Mubarakfuri, Siroh Rasul, hlm.221, al-Wahidi, asbab al-Nuzul, hlm. 36-38, al-Zuhyli, al-Tasir al-Munir, II hlm.259
[10]K.A.Q. Shaleh, H.A.A. Dahlan, dkk, Asbabun Nuzul: Latar Belakang History Turunya Ayat-ayat Al-Quran, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2000) Hlm. 70.
[11]K.A.Q. Shaleh, H.A.A. Dahlan, dkk, Asbabun Nuzul, hlm. 571.
[12]Abdul Baqi Ramdhun, Jihad Jalan Kami, Terj., Imam Fajarudin. (Solo: Era Intrmedia, 2002), hlm. 15
[13]Ali ibn Nafi’ Al-Ulyani, Ahammiyah Al Jihad, (Riyadh: Dar al Thayyiba, 1985), hlm. 115 [14]Himy Bakar al-Mascaty, Panduan Jihad untuk Aktivitas Gerakan Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 23.
[15]Asep Burhanudin, Jihad Tanpa Kekerasan, (Yogjakarta: PT LkiS Pelangi Aksara, 2005), hlm. 135
[16]Abdul Baqi Ramadhun, Jihad Jalan Kami, hlm. 11.
[17]Ibid., hlm. 12.
[18]Muhammad Chirzin, Jihad dalam Al-Qur’an telaah Normative, Histories, Prospektif, (Yogyakarta: Mitra Pustaka,1997), hlm. 12
[19]Muhammad Chirzin, kontroversi Jihad di Indonesia Modernis Vs Fundamentalis, (Yogyakarta: Nuansa Aksara, 2006), 11.
[20]Muhammad Chirzin, Jihad dalam Al-Qur’an telaah Normative, Histories, Prospektif, hlm. 48.
[21]Hilmi Bakar Almascaty, Panduan Jihad untuk Aktivitas Gerakan Islam, 16.
[22]Abdul Baqi Ramadhun, Jihad jalan kami, terj. Imam Fajaruddin, (Solo, Era Intrmedia, 2002), hlm. 20.
[23]Ibid., hlm. 22-23.
[24]Kementerian Agama RI, Tafsir Al-Quran Tematik: Hubungan Antar-Umat Beragama, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran, 2008), hlm. 185
[25]Walid ‘Abdullah Majid Kasab, Baianal Irhab wal Muqawamah al-Masyru’ah, (Kairo: Liga Dunia Universitas Islam, 2003), hlm. 234
[26]Ali Jumuah, Al-Jihad fil Islam, (Kairo: Kementerian Wakaf Mesir, 2003), hlm. 700
Tidak ada komentar:
Posting Komentar